Renungan Sabda: 1Sam. 16:1-13; Mzm. 89:20,21-22,27-28; Mrk. 2:23-28.| Selasa, 16 Januari 2024 | Hari Selasa Biasa II

Facebook
WhatsApp
Email

Selasa 16 Januari 2024 |

Hari Selasa Biasa II

Renungan Sabda: 1Sam. 16:1-13; Mzm. 89:20,21-22,27-28; Mrk. 2:23-28.|

 

Ketaatan

(Fr. Bn. Romario Julianto)

Seorang anak yang baik adalah anak yang melakukan apa yang diperintahkan orang tuanya. Orang yang lebih muda harus mendengarkan orang yang lebih tua dan melakukan apa yang disarankan oleh orang tua. Orang muda dianggap belum memiliki pengetahuan yang cukup, sedangkan orang tua merasa bahwa mereka bertanggungjawab penuh atas pendidikan anaknya. Fenomena demikian, lazim terjadi dalam kehidupan sosial.

Bacaan pertama mengisahkan tentang Allah yang menolak raja Saul menjadi raja atas orang Israel. Penolakkan itu terjadi akibat ketidaktaatan raja Saul kepada Allah. Sebagai bangsa yang dikasihi, Bangsa Israel selalu berada dalam lindungan Allah. Dipilihnya Saul menjadi raja atas orang Israel merupakan bentuk kecintaan Allah kepada Bangsa Israel yang “merengek” memohon seorang raja.

Kehadiran seorang raja merupakan simbol dari kekuasaan Allah. Seseorang yang diangkat menjadi raja adalah seseorang yang diberkati Allah. Maka, seorang raja harus bertindak sesuai dengan kehendak Allah. Salah satu keutamaan yang harus dimiliki oleh raja Israel adalah ketaatan kepada Allah. Akan tetapi, keutamaan itu telah dilanggar oleh Saul. Hal itu mengakibatkan Allah menyesal (Bdk. 1 Sam 15:10). Akibat dari penolakkan itu, Saul harus lengser dari kekuasaannya.

Dalam kehidupan kita, dibedakan antara ketaatan buta dan ketaatan negosiasi. Ketaatan buta merupakan tindakan seseorang yang patuh terhadap perintah atau otoritas tanpa pertimbangan kritis terhadap moralitas atau akibat dari tindakan tersebut. Sedangkan ketaatan negosiasi merujuk pada kepatuhan atau kepatuhan terhadap aturan, norma, atau kesepakatan yang telah disepakati dalam suatu proses negosiasi. Dewasa kini, banyak orang yang mengaku beragama/taat kepada Allah tetapi melakukan hal-hal yang menyimpang dari ajaran yang sebenarnya. Tindak intoleransi merupakan salah satu bukti penyimpangan itu. Orang intoleran mencoba menghidupi sebuah ajaran secara fundamentalis sesuai dengan apa yang diperintahkan. Mereka lebih memilih berpusat pada dirinya sendiri dan tidak memedulikan orang lain. Hal yang terpenting bagi mereka ialah menjalankan aturan agama yang dianut.

Pertanyaan mendasar yang dapat kita renungkan adalah ketaatan kita kepada Allah ialah ketaatan buta atau ketaatan negosiasi? Sebagai seorang katolik ketaatan kepada Allah memang harus. Akan tetapi tidak melupakan aspek lain. Seperti dalam bacaan Injil, Orang Farisi menegur Yesus karena murid-murid-Nya yang memetik gandum pada hari Sabat. Mereka menjalankan perintah agama mereka tetapi melupakan aspek lain yakni kepedulian terhadap sesama. Pesan bacaan-bacaan pada hari ini sangatlah jelas. Sebagai seorang katolik, kita harus memiliki kebijaksanaan dalam menentukan perbuatan kita. Jika ketaatan kepada Allah bertentangan dengan nilai kasih, maka jelas ada kekeliruan dalam penghayatan kita sebagai orang beriman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *