“Benar, Siapa Takut?”
Doa Pembuka
Tuhan yang penuh belaskasih, kami bersyukur atas Kasih-Mu yang begitu melimpah bagi kami. Semoga kasih-Mu pulalah yang mendorong kami untuk senantiasa belajar dari Engkau Sang Kebenaran Sejati. Bantulah kami untuk mengalahkan kebebalan hati kami, agar kami mampu mewartakan kebenaran-Mu kepada siapapun yang kami jumpai hari ini. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.
Renungan
Ada sekelompok anak sedang bermain bersama. Mereka adalah Tino, Nilo, dan Bian. Sembari bermain, mereka saling menceritakan pengalaman liburan mereka. Tino bercerita kalau liburannya sangat menyenangkan. Ia bercerita dengan begitu menggebu-gebu. Senada dengan Tino, Nilo pun bercerita dengan hebohnya. Ia bercerita kalau ia bersama keluarganya pergi ke tempat yang sangat menyenangkan. Kini giliran Bian. Mukanya mendadak pucat pasi. Tapi kemudian setiap kata keluar dari mulutnya. Ia mulai bercerita. Ia tidak mau kalah dengan kedua temannya. Ia bercerita panjang lebar dan memasang ekspresi ke’bangga’an. Tetapi ia kemudian terdiam ketika Nilo bertanya dengan sedikit memohon, “Aku mau lihat fotonya. Boleh kan?” Bian tak tahu harus berbuat apa. Ia hanya terdiam karena cerita yang ia ceritakan sejujurnya hanya bualan semata. Ia tak pergi ke mana pun. Ia harus di rumah karena ayahnya sakit. Tapi ia juga ingin supaya temannya tidak mengetahuinya. Ia takut diejek oleh temannya. Maka dari itu, ia berbohong.
Tidak terasa pengalaman seperti Bian itu sering kita alami. Kita tersudutkan oleh sesuatu yang membuat kita enggan atau ragu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Tanda-tandanya dimulai dengan gelisah atau ragu. Kemudian ada tegangan dalam batin, “mau jujur atau tidak, ya?” Kalau kita jujur, kita akan merasa lega. Tetapi sebaliknya, ketika kita mulai mengatakan yang jauh dari hal yang sejujurnya, ada perasaan gelisah atau bahkan ketakutan menghantui kita.
Teman, hari ini Tuhan mengajak kita untuk mau mengatakan kebenaran. Kita tidak perlu takut untuk menerima konsekuensi kalau mengatakan kebenaran. Tidak perlu takut dijauhi, diremehkan, bahkan dibenci. Tuhan sendiri mengatakan, “Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajar kamu apa yang harus kamu katakan.” (Luk 12:12). Kalau kita percaya bahwa Roh Kudus senantiasa menuntun kita, maka beranilah. Jika kita merasa ragu, yakinlah.
Doa Penutup
Tuhan yang penuh belaskasih, semoga sabda-Mu hari ini semakin meneguhkan kami untuk menjadi pewarta kasih-Mu. Mampukanlah kami untuk senantiasa memperjuangkan kebenaran dalam hidup kami. Semoga rahmat-Mu mendorong kami untuk senantiasa mendengarkan tuntunan Roh Kudus dalam diri kami. Ampunilah kami bila kami kurang mau mewartakan kebenaran-Mu. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.