Doa Pembuka
Ya Allah, Aku mencintai-Mu dan bersyukur atas semua yang telah Engkau lakukan bagiku. Ya Allah, dalam banyak kesempatan aku telah melakukan tawar-menawar dengan diri-Mu dan membuat doa-doaku lebih mengarah pada apa yang aku minta dan kehendaki. Sat ini, ya Allah, aku ingin membuka sepenuhnya pada kehendak-Mu. Dalam doaku kali ini aku ingin membiarkan Engkau yang mengatur hidupku, percaya pada kehendak baik-Mu, serta pada rahmat-Mu. Ya Allah, datang dan siramilah jiwaku. Bantulah aku untuk membiarkan Engkau masuk dan mengatur rumah jiwaku.
Renungan
Ketika kita mempunyai rasa curiga biasanya kita terganggu untuk menerima pesan, nasihat atau masukan dari orang itu. Sementara itu, jika pesan, nasihat atau masukan yang sama itu datang dari orang lain yang kita percaya maka kita akan dengan mudah menerimanya. Barangkali kita bersikap acuh terhadap “terang Allah” yang disampaikan oleh seseorang yang tidak masuk dalam hitungan orang terpilih, atau bahkan oleh seseorang yang sulit kita banyangkan bahwa ia adalah pilihan Tuhan. Hal ini biasa kita jumpai dalam kehidupan kita. Kesalahan ini juga bisa kita lihat dalam diri orang Nasareth saat Yesus menyampaikan pewartaan kepada mereka. Pertanyaan untuk kita: Apakah ada peristiwa atau pengalaman yang ingin Yesus tunjukkan kepada kita? Melalui siapa? Apakah aku siap untuk mendengakannya dan membiarkan Dia mengunakan siapa pun yang Ia pilih?
Pada awalnya, orang-orang Nasareth mendengarkan dan menerima pewartaan yang disampaikan Yesus dengan kata-kata indah dan penuh wibawa. Tetapi mereka terganggu menerima apa yang baik yang disampaikan Yesus itu hanya karena mereka berpikir bahwa Yesus adalah “satu dari antara mereka, “Bukankah Ia ini anak Yusuf?” Ia rupanya masih dituntut banyak hal untuk membuktikan siapa diri-Nya di hadapan mereka. Mereka berpikir bahwa Ia melupakan tempat asal-Nya, dan bahwa hanya Kapernaum yang terkenal itu yang ada di kepala-Nya. Jelaslah bahwa orang Nasareth itu lebih gagal fokus menerima Yesus sebagai pembawa pesan dari Allah daripada pesannya itu sendiri. Itulah sebabnya Yesus memberi contoh bahwa “Elia diutus bukan pada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon.” Itulah sebabnya juga Ia memberi contoh bagaimana nabi Elisa mentahirkan Naaman orang Siria yang rendah hati, padahal banyak orang kusta di Israel dan mereka tidak ditahirkan. Pertanyaan reflektif untuk kita: apakah hatiku pernah dibutakan untuk menerima apa yang ingin disampaikan Yesus kepadaku?
Dalam salah satu pengajaran kepada para murid-Nya, Yesus pernah berkata: “Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri.” (Bdk. Yoh 14: 10-11). Mengapa Ia tidak menyampaikan nasihat dan kesempatan ini kepada orang Nasareth? Apakah adanya mujijat yang terjadi di Nasareth hanya akan menjadi kesia-siaan belaka? Kita diajak untuk mengingat kembali bahwa iman adalah anugerah. Iman itu dianugerahkan dan bukan sesuatu yang bersifat tawar-menawar. Di Kalvari kita melihat bagaimana imam-imam kepala dan ahli Taurat melakukan tawar-menawar: “Baiklah Mesias, Raja Israel itu turun dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.” (Lih- Markus 15: 32). Tuntutan yang berlebihan dan atau sikap tawar-menawar sebagai bentuk pembuktian adalah hal yang buruk dan menyakitkan ketika hal itu datang dari teman atau dari orang yang kita cintai.
Doa Penutup:
Tuhan Yesus Kristus, aku menerima ajakan-Mu untuk datang ke rumah jiwa-ku. Bantulah aku untuk melihat hal-hal dalam hidupku yang perlu untuk dibersihkan. Bantulah aku untuk melihat bagian dari hidupku yang menghalangi kedatangan-Mu, bagian yang membuat aku menutup diri terhadap-Mu. Jadikan aku rendah hati untuk membiarkan rahmat-Mu berkerja di dalam diriku. Ya Yesus aku rindu menghibur Engkau dengan kepercayaan yang total kepada-Mu dan pada rencana_mu di dalam hidupku, apa pun yang terjadi.
(MoDjokS)