[et_pb_section fb_built=”1″ admin_label=”section” _builder_version=”3.0.47″][et_pb_row custom_padding=”11px|0px|12px|0px|false|false” admin_label=”row” _builder_version=”3.0.48″ background_size=”initial” background_position=”top_left” background_repeat=”repeat”][et_pb_column type=”4_4″ _builder_version=”3.0.47″][et_pb_text quote_border_weight=”27px” quote_border_color=”#e02b20″ admin_label=”Text” _builder_version=”3.21″ text_font=”||||||||” quote_font=”Cabin||||||||” quote_text_align=”right” quote_text_color=”#0c71c3″ quote_font_size=”23px” quote_line_height=”1.2em” header_font=”||||||||” header_2_font=”Atma|||on|||||” header_2_text_align=”center” header_2_text_color=”#c80e04″ header_2_font_size=”27px” header_2_letter_spacing=”2px” header_2_line_height=”1.1em” header_2_text_shadow_style=”preset4″ header_3_font=”Atma||||||||” header_3_text_color=”#e02b20″ header_4_font=”Atma||||||||” header_4_text_color=”#651906″ header_4_font_size=”19px” header_4_line_height=”1.5em” header_5_font=”Atma||||||||” header_5_text_color=”#e02b20″ header_5_letter_spacing=”3px” header_5_text_shadow_style=”preset4″ header_6_font=”Advent Pro||||||||” background_size=”contain” background_repeat=”round” background_blend=”difference” border_width_left=”0px” custom_margin=”||0px”]
DOSA KEMALASAN
Fr. Nicolaus Surya Pradana
““Tetapi mereka bersama-sama minta dimaafkan. (Luk 14:18)”
“Tetapi mereka bersama-sama minta dimaafkan.” (Luk 14:18) Perikop ini menjadi sebuah permenungan yang saya rasa tepat. Secara personal saya menggaris bawahi kata-kata “minta dimaafkan.” Kata “maaf” memiliki maksud dan tujuan yang positif, namun kerap menjadi negative, apalagi berkaitan dengan tugas.
Sebagai seorang pelajar saya memiliki tugas utama belajar. Dalam proses belajar selalu ada latihan, penugasan, dan apapun namanya yang intinya harus ada hasil yang tampak. Bahasa anak sekolah adalah Pekerjaan Rumah (PR) sedangkan anak kuliahan mengenalnya dengan paper. Tugas dikerjakan, ditulis dan kemudian dikumpulkan kepada guru/dosen.
Seorang yang memiliki tugas dan menyelesaikan tugas itu sudah sewajarnya, namun bagaimana bila kita lupa? Inilah yang pernah saya alami sebagai pelajar. Suatu hari, saat pelajaran, sebut saya pelajaran A, kami diberi tugas dan harus dikumpulkan minggu berikutnya. Sialnya, selama satu minggu itu kami penuh dengan tugas dan tugas pertama ditumpuk dengan tugas yang baru terus menerus. Minggu berikutnya dalam pelajaran A tadi saya tidak mengerjakan dan baru saya tahu pagi harinya ketika menyiapkan buku. Akhirnya, saya cepat-cepat berangkat ke sekolah dan mengerjakannya dengan cepat, dengan bantuan yang lebih banyak.
Kejadian seperti ini tentu pernah dialami masing-masing pribadi dan ini bukan lagi Sistem Kebut Semalam tapi Sejam di lain waktu bisa semenit dan sebagainya. Saya menyadari bahwa ini merupakan bentuk pemaafan saya terhadap diri saya sendiri. Saya terus memaafkan bahwa tugas sudah banyak jadi wajar kalau ada keterlambatan atau tergesa-gesa. Namun ini salah.
Saya sering memaafkan diri sendiri dengan berbagai alasan. Ketika saya menghadapkan peristiwa memaafkan itu dengan injil hari ini muncul kesadaran baru. Memaafkan diri sendiri dengan mengampuni kelemahan dengan cara mencari-cari alasan bukanlah hal yang positif. Maksud saya adalah dengan tugas yang telah diberikan kepada saya tentu saya harus mengerjakannya dengan baik bukan bermalas-malasan. Kemalasan saya adalah wujud pemaafan diri sendiri yang tidak beralasan kokoh dan seorang pemalas adalah pendosa.
[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]