|

Search
Close this search box.

Renungan Sabda: Matius 20: 1-16a | Rabu, 21 Agustus 2019 – Pw. S. Pius X, Paus

Facebook
WhatsApp
Email

[et_pb_section fb_built=”1″ _builder_version=”3.21″][et_pb_row _builder_version=”3.21″][et_pb_column type=”4_4″ _builder_version=”3.21″][et_pb_text quote_border_weight=”29px” quote_border_color=”#e02b20″ _builder_version=”3.21″ text_font=”||||||||” text_font_size=”13px” text_font_size_last_edited=”off|desktop” text_line_height=”1.4em” ol_font=”||||||||” quote_font=”Alike Angular||||||||” quote_text_align=”center” quote_text_color=”#000000″ quote_font_size=”29px” quote_line_height=”1.3em” header_font=”||||||||” header_3_font=”||||||||” header_3_font_size=”23px” header_4_font=”||||||||” header_4_text_align=”justify” header_4_font_size=”19px” header_4_line_height=”1.3em” text_orientation=”justified”]

 

1. Pergi Mencari Sampai Lima Kali.

Yesus mengawali pengajaran-Nya sebagai berikut: “Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya. ” Kisah ini mudah dimengerti. Selanjutnya si pemilik kebun anggur itu keluar lagi sebanyak empat kali untuk mengajak orang-orang yang lain  bekerja di kebun anggurnya. Mereka adalah para penganggur.

Detail ceritanya adalah sebagai berikut: Pertama, si tuan kebun anggur itu secara pribadi, sebanyak lima kali, keluar dari rumahnya untuk mencari pekerja dan membuat kontrak kerja. Kedua, saat ia membuat kontrak kerja ada kesepakatan tentang gaji. Pada jam sembilan pagi ia membuat kesepakatan dengan orang lain yang menganggur dan mau menerima pekerjaan yang ditawarkan: “Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi.” Hal yang sama dilakukan pada para penganggur yang mendapatkan kesempatan panggilan kerja yang masuk terakhir. Agaknya ia tidak membuat kesepakatan yang baru.

Ia begitu peduli pada persoalan hidup manusia. Ia memberi pekerjaan agar mereka tidak mengganggur dan dengan demikian mereka bisa hidup dengan lebih layak, Persoalan muncul saat pembagian upah. Para pekerja itu melihat ada sesuatu yang tidak normal karena mereka yang datang lebih awal mendapatkan upah yang sama dengan mereka yang datang terakhir, yaitu satu dinar. Apa reaksi kita jika kita menjadi pekerja yang datang lebih awal? Mungkin kita akan memperlihatkan reaksi yang sama jika kita menjadi pekerja yang datang lebih awal. Bukankah sikap itu adalah reaksi yang normal? Tetapi mengapa Yesus memaparkan sesuatu yang sepertinya tidak normal ini?

 

2. Ia Penuh dengan Kejutan

Yesus akhirnya memperlihatkan alasan mengapa mereka mendapatkan upah yang sama: “Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu.” Perkataan Yesus ini mengisyaratkan bahwa si tuan kebun anggur itu berhak untuk melakukan apa saja yang ia kehendaki. Ia memberi penegasan dan mengkritisi mereka: “Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?

Yesus ingin menyampaikan pesan kepada para pendengar-Nya: (a) Pemilik kebun anggur itu tidak bisa dianggap tidak adil, karena dia telah membuat kesepakatan upah dengan pekerja yang datang paling awal, yaitu satu dinar sehari. (b) Pemilik kebun anggur mempunyai kebebasan dan kedaulatan yang tidak bisa diganggu gugat karena ia memberikan kepada pekerja yang terakhir jumlah upah yang sama dengan para pekerja yang sejak pagi. Mereka tidak memiliki hak untuk mengeluh dan bersungut-sungut. (c) Pemilik kebun anggur itu memiliki hak untuk melakukan kebaikan yang ia inginkan dengan  miliknya. Setiap pekerja memiliki hak yang sama untuk mengalami kebaikan dan kemurahan hatinya. (d) Untuk itu Yesus mempertanyakan pekerja yang mengeluh dan bersungut-sungut itu: “Iri hatikah engkau, karena aku murah hati?”

Pekerja pada jam-jam pertama adalah orang-orang Yahudi, yang sejak Abraham dipanggil oleh Allah untuk bekerja di kebun anggur-Nya. Pekerja yang dipanggil untuk bekerja pada jam terakhir adalah orang-orang bukan Yahudi dan mereka berhasil menyukakan hati Allah: Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.” Tindakan Tuhan melampaui perhitungan dan cara bertindak manusiawi kita. Dia mengejutkan kita dan terkadang hal itu membuat kita tidak nyaman dan bersungut-sungut. Pernahkah hal ini terjadi dalam hidup kita? Pelajaran apa yang Anda ambil dari peristiwa itu? Menjadi seorang Kristen berarti harus bertanggungjawab terhadap hidupnya dengan cara bekerja dan berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Allah. Ketamakan dan iri hati adalah masalah kehidupan. Kita jatuh dalam sikap tamak dan iri karena Allah memberi sesuatu yang sama atau bahkan lebih istimewa kepada orang lain, dan bukan terlebih dahulu kepada kita. Kita beranggapan bahwa kitalah yang lebih pantas dan layak untuk menerima rahmat Allah. Ketamakan dan iri hati akan menghantar kita untuk berpendapat bahwa kita tidak mau dibandingkan dan disamakan dengan orang lain. Kita berbeda dengan mereka. Mereka seharusnya tidak layak mendapatkan perlakukan dan pemberian sama dengan kita. Itulah yang akan terjadi jika ketamakan dan iri hati menguasai hidup kita. Itulah yang akan terjadi jika kita tidak menyatukan diri dengan cara Allah dalam berpikir, berperilaku dan berperasaan. Semakin kita tidak memberi waktu untuk berdialog dan mengenal Tuhan, kita semakin tidak mengenal cara berpikir dan cara berperilaku serta cara berperasaan Allah. Semakin kita memberi waktu untuk Allah, semakin kita mengenal-Nya dan kita semakin dijauhkan dari ketamakan dan iri hati.

“Hati yang iri hati adalah hati yang pahit. Itu adalah hati yang tidak pernah bahagia. Itu adalah hati yang mengganggu masyarakat. Ketika kita iri hati, kita harus mengatakan kepada Tuhan: ‘Terima kasih, Tuhan, karena engkau telah memberikan ini kepada orang itu.  Rasa terima kasih itu penting dan ada di atas segalanya. Kita kadang-kadang “menahan diri” untuk mengatakan “terima kasih” karena adanya iri hati.”

-Paus Fransiskus-

(Romo Antonius Galih Arga W. A., Pr)

 

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *