|

Search
Close this search box.

Renungan Sabda: Yoh 6:37-40 (Jumat, 2 November 2018, Peringatan Arwah Semua Orang Beriman)

Facebook
WhatsApp
Email

“JIWA DI API PENYUCIAN”

DOA PEMBUKA

      Allah yang Mahakasih, kami besyukur Engkau anugerah iman untuk mengenalMu dan pengharapan akan hidup kekal bersamaMu. Kami mohon, semoga melalui peringatan arwah semua orang beriman, kami semakin memiliki kesadaran akan arti hidup di dunia sehingga dapat kami jalani secara penuh makna bagi GerejaMu, baik yang masih berziarah dan terlebih Gereja yang masih menanti, demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin.

 

 

RENUNGAN

      Para Saudara yang terkasih, kita yang masih hidup di dunia ini disebut Gereja yang Masih Berziarah. Iman kita pada Tuhan Yesus yang telah sengasara, wafat dan bangkit membawa kita pada iman bahwa ada kehidupan setelah di dunia ini. Dalam misa requiem, barangkali kita sering mendengar ucapan romo bahwa kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan fase di mana hidup diubah. Kita punya harapan untuk hidup bahagia kekal setelah meninggal. Persekutuan hidup kekal di surga bersama Allah ini disebut sebagai Gereja yang Jaya, yaitu persekutuan semua orang kudus yang kita rayakan kemarin, 1 November kemarin. Namun, ada jiwa-jiwa yang setelah meninggal tidak dapat langsung memasukinya karena “belum pantas” atau belum murni. Mereka itulah yang disebut Gereja yang Memanti/Menderita. Hari ini kita memperingati arwah orang beriman untuk mendoakan mereka karena hanya pada kita yang masih hiduplah harapan mereka. Setelah kematian, mereka tidak dapat mengupayakan apa pun bagi keselamatan mereka. (Di link berikut, silakan membaca wawancara bersama Maria Simma, seorang umat beriman dari Austria yang mendapat penampakan jiwa-jiwa di api penyucian yang meminta pertolongan untuk membebaskan mereka. Jiwa-jiwa itu bercerita kepadanya tentang api  penyuican, mengapa jiwa tidak langsung masuk surga, atau bagaimana caranya supaya orang dapat langsung masuk surga. Gambaran api penyucian ini sangat menggugah hidup kita: https://www.imankatolik.or.id/maria-sima.html. Ajaran tentang api penyucian terdapat dalam Katekismus Gereja Katolik [KGK] no. 1030-1032.).

 

 

     Jika kita merenungkan penuturan Maria Simma tentang keadaan jiwa-jiwa di api penyucian, kita dapat melakukan banyak hal bagi pembebasan mereka dan juga bagi bekal kita ketika kematian itu tiba. Salah satunya, seperti yang disabdakan Yesus dalam Injil hari ini, Dia menghendaki kita selamat dengan mau DATANG dan PERCAYA. Apakah dua kata ini mudah untuk dijalani? Bagi jiwa yang mengalami sakratul maut, rupanya tidak. Diceritakan bahwa ada jiwa yang telah saatnya meninggalkan dunia ini, “enggan meninggl” karena merasa ada urusan di dunia yang belum selesai, misalnya tanggung jawab mengasuh anak-anak yang masih kecil. Seakan alasan ini baik, tapi rupanya kita dituntut untuk radikal DATANG (meninggalkan dunia dengan penuh iman akan pengampunanNya atas dosa kita betapapun besarnya) dan PERCAYA bahwa urusan-urusan yang belum selesai itu akan dibereskan oleh Allah. Salah satu pesan dari wawancara itu, kita dinasihati untuk membantu jiwa-jiwa di api penyucian dengan doa, dengan berbuat silih dan mempersembahkan penderitaan kita di dunia bagi pembebasan mereka. Penderitaan kita dalam bentuk apa pun ternyata memiliki sisi penebusan, sebagaimana Kirstus menderita di salib dan itu menebus kita. Kita juga diminta untuk memiliki kerendahan hati yang besar sebagai senjata paling ampuh melawan si jahat. Pada gilirannya nanti, jiwa-jiwa itu akan balas membantu kita. Semoga kita dapat memperjuangkannya dalam peziarahan ini.

 

 

DOA PENUTUP

      Allah yang Maharahim, betapa agung tak terselami kerahimanMu bagi kami. Kami menyadari segala dosa kami dan menyesalinya. Anugerahilah kami rahmat untuk berbuat silih bagi diri kami dan lebih-lebih bagi jiwa-jiwa di api penyucian dan jangkaulah mereka dengan kerahimanMu supaya lekas mengalami kebahagiaan di surga. Persiapkanlah hati dan jiwa kami supaya selalu siap untuk Datang dan Percaya kepadaMu. Semua ini kami mohon dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami. Amin.

 

 

Fr. Agustinus Dwi Prasetyo, Tingkat I

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *