Search
Close this search box.

Spiritualitas Imam Diosesan

Imam Diosesan adalah imam milik Keuskupan. Mereka mengabdikan hidupnya untuk pertumbuhan Gereja lokal sesuai dengan semangat dasar Keuskupan dalam melayani umat dan masyarakat sekitar. Dalam pelayanannya, para imam diosesan tersebut memiliki spiritualitas imam diosesan yang mengakar pada pribadi Yesus Kristus sendiri.

 

Dunia sedang mengalami perubahan besar (era disruption) dan kita semua diundang untuk mengalami pergeseran besar dalam aneka perubahan yang ada supaya dapat bertahan dan terus eksis (berada). Yang tidak pernah berubah adalah kasih karunia Allah yang memberikan Putra TunggaNya: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan  AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Inilah intisari Injil – Kabar Gembira yang tidak berubah dan menjadi landasan kokoh hidup beriman Katolik dan segala perwujudannya. Karena keselamatan kekal itulah, maka kita yang mengakuiNya – berkat permandian, terus diundang mengalami kesatuan dalam kasihNya, memperjuangkan melalui pilihan panggilan kehidupan.

Menjadi Imam Diosesan membawa kepada kesadaran untuk bersatu hati dengan Keuskupan/Dioses yang dipimpin oleh Bapa Uskup dalam mengemban amanat mengantar Umat Allah kepada kemerdekaan sejati Anak-Anak Allah (sebagai Bentara Peradaban Kasih). Bapa Uskup dalam kepemimpinan pastoral keuskupan dibantu oleh Kolegium Para Imam dan secara khusus dilaksanakan oleh Kuria Keuskupan (yakni Vikaris Jendral, Sekretaris, Ekonom, Vikaris Judisial, Pastor Paroki Katedral) serta suatu Dewan Karya Pastoral. Semangat dasar seorang Imam Diosesan ditandai dengan ketaatan kepada Bapa Uskup melalui penugasan karya yang diemban (semua karya yang dilaksanakan dalam tanggungjawab reksa pastoral keuskupan), misalnya karya Pendidikan atau Sekolah (Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi), karya Komisi-komisi dalam Dewan Karya Pastoral, Karya Pendidikan Seminari (seminari Menengah, Tahun Rohani maupun Seminari Tinggi), Karya Paroki dan Pelayanan Misi (sebagai Misioanaris Domestik yang membantu pelayanan pastoral di Keuskupan luar Jawa: Papua, Kalimantan, Sumatera). Kesehatian dengan Bapa Uskup dan dengan seluruh gerak Pastoral Keuskupan merupakan wujud nyata sprititualitas yang dikembangkan dan dihayati oleh setiap Imam Diosesan.

Ketika dunia mengalami aneka pegeseran dan perubahan yang memerlukan pencermatan, seorang imam Diosesan akan membuka diri pada perkembangan ilmu, terbuka dan bekerjasama dengan Kaum Awam dari aneka profesi dan keahlian bahkan tidak segan meminta bantuan kaum awam yang ahli agar dapat ‘menyucikan dunia’ dan mengelolanya dengan prinsip-prinsip moral Katolik. Duduk bersama untuk membuat penegasan Roh (discerment rohani) bersama para penanggungjawab pastoral, dilakukan sebagai sikap pokok pelayanan sejalan dengan arahan Keuskupan dan Gereja Universal.  Sebagai seorang imam yang ‘ahli dalam hal rohani’ (maka disebut rohaniwan), seorang imam diosesan akan menemani pergulatan hidup kaum awam dalam menyikapi aneka pergeseran yang terjadi dengan prinsip dasar ‘demi keselamatan jiwa-jiwa’.

Spiritualitas Inkarnatoris Yesus Kristus

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan  AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16), menjadi intisari Injil – Kabar Gembira. Karena keselamatan kekal itulah, maka kita yang mengakuiNya, terus diundang untuk mengalami kesatuan dalam kasihNya.

Berdasar rahmat panggilan kepada hidup kekal yang dianugerahkan melalui permandian yang telah kita terima, maka sepatutnya kita berjuang dalam hidup harian.  Tuhan menganugerahkan panggilan mewujudkan kekudusan sebagai awam. Kompendium Katekismus Gereja Katolik No, 188 menegaskan panggilan kaum beriman awam, yakni ”Mencari Kerajaan Allah dengan menerangi dan mengatur tugas-tugas duniawi sesuai dengan rencana Allah. Dengan cara ini, mereka menjawab panggilan kesucian dan kerasulan yang diberikan kepada semua yang sudah dibaptis”.

Sedangkan “Hidup Bakti adalah suatu bentuk hidup yang diakui oleh Gereja. Ini merupakan jawaban bebas terhadap panggilan khsusus dari Kristus. Dalam jawaban itu, mereka mempersembahkan diri mereka secara total kepada Allah dan mencari kesempurnaan cinta kasih yang digerakkan oleh Roh Kudus. Ciri khas persembahan diri ini ialah mengikuti nasihat-nasihat Injil” (KKGK. 192). Sejalan dengan panggilan untuk mengalami hidup kekal sebagai anugerah tertinggi, “Hidup bakti mengambil bagian dalam misi Gereja melalui penyerahan diri total kepada Kristus dan kepada saudara-saudaranya dengan memberikan kesaksian akan harapan Kerajaan Surga” (KKGK 193). Hidup Bakti dinyatakan dalam hidup Religius maupun sebagai Imam.

Perwujudan dalam kesatuan hati dengan Gereja lokal/Dioses.

Para (Calon) Imam Diosesan (Imam Keuskupan) menyatukan hati dengan Gereja Lokal Keuskupan/Diosis dalam kepemimpinan seorang Uskup Diosesan untuk mengabdikan diri dalam Gereja lokal dengan segala dinamika serta perwujudannya. Ketaatan kepada Uskup Diosesan menjadi kunci utama mewujudkan kesatuan hati dengan segala perjuangan Umat Allah setempat sekaligus dalam kesatuan dengan Gereja Semesta dalam  mewujudkan misi utama menghadirkan kerajaan Allah. Seorang imam diosesan  menjadi suci dengan (Kamu adalah SaksiKu – Sebuah Pedoman Imam No. 40):

  • Doa penyerahan pada Allah serta dalam pengalaman Allah Maha Agung, awal dan akhir hidup.
  • Membiarkan diri disapa secara pribadi dan manusiawi dalam Yesus Kristus Putra Allah.
  • Menerima dan menyukuri kesetiaan Allah yang mengikuti hidup imamat yang berliku juga dalam dosa sekalipun.
  • Mengenangkan penuh syukur pada setiap tempat karya besar Allah dalam Kristus dan dengan merayakan kehadiran Allah pada setiap saat, dalam Perayaan Ekaristi.
  • Segala keutamaan dan kelemahan manusia dirangkum oleh keutamaan-keutamaan ilahi.

 

Dirumuskan oleh : Rm. FX. Sukendar Wignyosumarta, Pr